Penciptaan Antagonis Hebat Sepanjang Sejarah

“Kejahatan adalah hal yang menarik, sebab orang-orang
jahat mempunyai kekuatan
dan kemuliaan dari sudut
pandang mereka sendiri.” — J.K.Rowling.

Kembalinya Voldemort ke
tampuk kekuasaannya
kembali menyebarkan teror
ke seluruh dunia sihir. Tidak
ada lagi keamanan, karena
satu-satunya orang yang dia takuti, Dumbledore, telah
mati. Kementrian Sihir berada
dalam kekuasaannya, begitu
juga Sekolah Sihir Hogwarts
dia kuasai. Kaum penyihir
keturunan muggle mendapat ancaman dan harus mati
karena satu kesalahan
mereka, lahir sebagai
keturunan muggle.

Di tengah-tengah upayanya
mencari cara mengalahkan
Harry Potter, Voldemort tidak
menyadari bahwa Horcrux,
benda-benda tempat
menyimpan jiwa-jiwanya dan membuatnya tidak bisa mati,
satu demi satu musnah.
Muncul kesadarannya bahwa
Harry Potter sedang memburu
Horcrux-Horcrux miliknya
ketika dia mengetahui bahwa Harry Potter mencuri Cawan
Hufflepuf yang disimpan
dalam ruang penyimpanan
milik Bellatrix Lestrange di
Bank Gringgots. Voldemort
marah ketika mengetahui bahwa Horcrux-Horcruxnya
yang lain hilang dari tempat
penyimpanannya. Dia
menyadari bahayanya dan
selalu melindungi Nagini, ular
peliharaannya sekaligus Horcrux ke enam, dengan
mantra-mantra sihir. Namun
pada akhirnya, Nagini
tumbang di tangan Neville
Longbottom dengan pedang
Gryffindor.

Saat berhadapan-hadapan di
medan tempur, Lord
Voldemort dan Harry Potter
sama-sama tidak lagi punya
pelindung. Voldemort sudah
tidak lagi memiliki Horcrux dan menjadikannya mortal
lagi. Sedangkan Harry juga
tidak berada dalam
perlindungan ibunya atau
Dumbledore lagi yang selalu
meloloskannya dari serangan Voldemort. Dengan keyakinan
kuat akan menang,
Voldemort meluncurkan
kutukan Avada Kedavra pada
Harry dengan Tongkat Sihir
Tetua yang terbuat dari kayu Elder—salah satu benda kematian (Deathly Hallow) — yang memiliki kekuatan sihir
berlipat ganda jika dalam
genggaman penguasa sejati
tongkat tersebut.

PENJAHAT TITISAN

Gara-gara sosok psikopat
yang terobsesi dengan
kekuasaan dan keabadian,
novel ciptaan J. K. Rowling
secara mencengangkan telah
menarik minat banyak orang —tidak hanya anak namun juga orang dewasa — kecanduan membaca. Tanpa
kelahiran Lord Voldemort,
pertentangan kepentingan
tidak akan mencuat luas
dalam dunia sihir Harry Potter.
Begitu pula seorang pahlawan terpilih—Harry Potter —tidak akan muncul. Bukankah
seorang pahlawan hebat lahir
dari campur tangan penjahat
kelas berat?

Lantas, bagaimanakah
Rowling menciptakan sosok
kejam tanpa rasa belas
kasihan seperti Lord
Voldemort? Tentu bagi
seorang pengarang hebat jawabannya bukan karena
novelnya membutuhkan
tokoh antagonis, maka dia
begitu saja menciptakan
tokoh Lord Voldemort yang
harus merefleksikan kejahatan intrinsik (jahat
“dari sananya ”).

Dalam menciptakan tokoh
rekaan dalam novelnya,
Rowling tidak begitu saja
mengenyampingkan faktor
psikologis manusia dari bayi
hingga dewasa. Melalui tokoh Lord Voldemort, dapat
pembaca rasakan
pembentukan karakter
antagonis yang tak hanya
terpengaruh faktor bawaan
(nature), namun juga faktor lingkungan (nurture) dan
harapan masa depan (future).

Dalam novel Harry Potter dan
Pangeran Berdarah Campuran,
terlihat nyata perjalanan
seorang bayi tersia-siakan
namun memiliki galur
keluarga yang penuh keangkuhan. Masa kecil Tom
Marvolo Riddle dipenuhi
dengan perasaan terbuang dan
tak berharga. Ibunya
meninggalkannya di panti
asuhan karena enggan melanjutkan hidup.
Sedangkan keluarganya tidak
ada yang repot-repot mencari
keberadaannya. Seiring
bertambah usia, sifat bawaan
yang dia dapat turun temurun dari moyangnya Salazar
Slytherin, bahwa dirinya
“anak istimewa ”, membuatnya angkuh. Apalagi
dia memiliki kelebihan
menakut-nakuti orang-orang
di panti asuhan.

Ketika bersekolah di
Hogwarts, superioritas
kompleksnya membubung
menyadari bahwa dia adalah
keturunan sang perkasa
Salazar Slytherin. Dia pandai memanipulasi guru-guru dan
orang lain untuk menguasai
lingkungan dan mengejar
keinginannya. Di usia 17
tahun, tanpa perasaan dia
membalas dendam kepada ayah serta kakek neneknya
sebagai kompensasi
inferioritas masa kecilnya.

Psikopatologis yang
menjangkiti Tom Riddle
akhirnya membawa pada
kebutuhan balas dendam
kepada dunia untuk
menunjukkan superioritas anak buangan yang
sebenarnya keturunan darah
biru. Haus akan harga diri,
Tom yang telah berubah
menjadi Lord Voldemort
melakukan apa saja untuk memperoleh kekuasaan abadi.
Bahkan dia tega
melampiaskan murka kepada
seorang bayi yang diramalkan
akan menjatuhkan
kekuasaannya, Harry Potter.

Merasa terabaikan dan
terbuang semasa kanak-
kanaknya, Lord Voldemort
membenci masa lalu yang
membentuknya. Kemudian
dia melampiaskan amarahnya dengan membunuh ayah,
kakek, serta neneknya.
Apalagi mengetahui bahwa
sebenarnya dia masih
memiliki hubungan darah
dengan sang perkasa Salazar Slytherin, kemarahan kepada
kaum muggle semakin
menjadi-jadi.
Begitulah Rowling, dengan
cantik meramu psikologi
tokoh antagonis utamanya. Lord Voldemort memiliki
kekosongan hidup dan
kekecewaan terhadap masa
lalu, ditambah pengaruh
lingkungan yang membakar
kebenciannya, menyebabkan dia berambisi mencengkeram
dunia di bawah kakinya.
Sekaligus secara sadar
menyeret dirinya sendiri ke
dalam kehancuran yang fatal.

TAK ADA SEKUEL HARRY
POTTER

Buku pamungkas Harry Potter
ini tercatat sebagai buku
terlaris sepanjang sejarah.
Sebelum tanggal
penerbitannya, jumlah
pesanan pertama saja mencapai lebih dari 1,25 juta
eksemplar. Rowling sendiri
menyatakan bahwa buku
terakhir inilah yang paling dia
sukai karena menurutnya dia
menyukai caranya mengakhiri sebuah kisah
dengan cantik.

Memang benar, teknik
bercerita Rowling memang
sangat sempurna diukur dari
kelihaiannya mengenalkan
dunia baru, menggelitik
syaraf petualangan dan mengungkapkan fakta sedikit
demi sedikit dalam tujuh
buku berseri dengan rapi
dalam satu alur cerita yang
kompleks. Dia telah
memainkan peran tidak hanya sebagai seorang
pengarang tetapi juga
pendongeng yang dengan
sepenuh hati memasukkan
jiwa kecintaannya dalam
bercerita sehingga mampu menghidupkan semua
karakter yang telah dia
bangun sesuai psikologi tokoh
khayalannya berikut juga
para pembaca.

Karena kecintaannya pada
Harry Potter dia berniat
mengakhirkan Harry Potter
seperti apa yang
diinginkannya sejak awal dan
bersikeras tidak akan menambah-nambahi dengan
menulis prekuel ataupun
sekuel Harry Potter hanya
demi tuntuntan para
penggemar. Dia menyatakan
bahwa pada saat cerita Hary Potter berakhir semua latar
penting sudah terungkap. Dia
membuktikannya dengan
menamatkan kisah Potter
tanpa ending terbuka,
sehingga baik dirinya ataupun penulis lain tidak akan
mencoba memperpanjang
kisah Harry Potter. Jikalau ada
buku selanjutnya yang dia
tulis tentang Harry Potter, dia
berniat membuat ensiklopedia dunia sihir yang berisi konsep
dan potongan-potongan
informasi yang tidak
dimasukkannya dalam tujuh
buku Harry Potter. Novel-
novel selanjutnya yang ingin dia tulis adalah novel tentang
misteri dewasa.

Sulit rasanya mencari-cari
kelemahan dari buku yang
telah sukses tujuh seri
menggebrak dunia
berbukuan, sesulit rasa akhir
ketika pembaca sampai pada pertempuran pamungkas
antara Harry Potter dan Lord
Voldemort serta
menyelesaikan sebuah
kalimat akhir, “Selama sembilas belas tahun bekas
lukanya sudah tidak terasa
sakit lagi. Dan semuanya
berjalan lancar.”. Tapi rasa sulit berpisah dari kisah Harry
Potter yang telah menyihir
seluruh dunia dengan
petualangan-petualangannya,
akan terobati ketika pembaca
mencermati, mengulang dan mengulang kembali tujuh seri
Harry Potter dan menemukan
bahwa kisah ini memang
layak dibaca hingga titik baca
penghabisan.(*)

Judul Buku : Harry Potter and
the Deathly Hallows
Pengarang : J. K. Rowling
Penerbit : Bloomsbury
Cetakan : 2007
Tebal : 607 hlm



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 Response to "Penciptaan Antagonis Hebat Sepanjang Sejarah"

Posting Komentar